Ads 1
Tak butuh waktu lama, untuk gelombang fesyen hijab di kalangan kaum hawa merebak seperti hari ini. Melalui hijab ataupun busana muslim yang dikenakannya, wanita kini semakin percaya diri menampilkan identitas muslimahnya. Alhasil, hijab bukan lagi dipandang sebagai dinding pembatas seperti harfiah pengertiannya, hijab menjelma menjadi sebuah bagian dari tren fesyen yang terus beramai-ramai diikuti oleh kaum hawa di seluruh teritorial.
Hijabers, sebutan akrab bagi pengguna jilbab yang terkenal dengan gayanya yang unik dan modis pun terus mengalami transformasi dalam hal preferensi berjilbab. Dari semula gaya klasik, dimana kain tudung sebatas dililit ke leher, sempat juga ramai pashmina yang kaya akan kreasi untuk dibentuk, sampai gaya sederhana dengan balutan syar'i, menghiasi khazanah hijabers sejauh ini.
"Bicara tren fesyen memang idealnya lima sampai sepuluh tahun sekali berputar, seperti juga saat ini yang trennya sudah kembali lagi ke sesuatu yang simple. Tapi memang harus diakui, tren di kalangan hijabers sekarang ini begitu maraton perkembangannya, dalam kurun itungan bulan saja preferensi mereka bisa berubah," ungkap Ketua Muslimah Preneur Tasikmalaya Najmi Nurul Haq dijumpai di Kantor Amily Hijab, di Grand Sukarindik, Jum'at (28/4/2017) kemarin.
Di awal tahun 2017 saja misal, motif-motif alam begitu mendominasi dengan bunga, hewan, buah, dedaunan pada kain tudung. Menjelang Ramadhan 2017 kali ini, justru motif tidak lagi menonjol. Motif tersamarkan dengan warna-warna pop yang lebih menonjol.
"Tapi bentukannya itu ya sekarang digemarinya, yang sederhana, tanpa pentul, tanpa kerudungnya dipelintir kesana kemari. Mereka suka yang instan, langsung pakai," tambah Najmi.
Preferensi di instan ini bukan hanya saja karena semakin banyak wanita yang hijrah dan memutuskan berjilbab, sehingga perlu yang simple. Namun, sambung wanita yang baru saja mengeluarkan sister brand bernama Amily Basic ini juga, lantaran siklus hidup yang bergulir.
"Kalau dulu mereka-- hijabers sebagai remaja, mahasiswa, atau baru menikah, masih sempat mengkreasikan penampilan jilbabnya. Sekarang sudah kerja, punya anak sosok muslimahnya, tentu cari yang praktis tapi tetap stylish. Maka itu, memang nyaris di seluruh penjualan e-commerce jilbab dan bisa dicek, yang paling populer dibeli itu jilbab instan," imbuh member Indonesian Syar'i Community ini. Dia sendiri mampu mengeluarkan 2500 pcs jilbab instan tiap bulannya hanya untuk satu model saja.
Dia memandang pengaruh publik figur dan dorongan media sosial, sangat besar mewarnai perkembangan tren hijab di tanah air. "Dalam satu tahun, begitu banyak artis yang berhijrah. Langkah baik ini juga diikuti para penggemarnya, sehingga hijabers memang semakin masif. Belum juga di medsos, TV, media cetak kita dijejali tokoh-tokoh berjilbab, inovasinya, semakin membangun kesadaran," sambung Najmi.
Harus diakui banyak pergeseran tren yang tidak terprediksikan sebelumnya, dalam era ini. Sebut saja, kerudung bergaya syar'i yang menutup bentuk tubuh. Di event Indonesia Fashion Week, Februari 2017 lalu saja, busana syar'i mendominasi karya dari desainer ternama tanah air.
"Syar'i begitu diterima baik oleh seluruh kalangan, jilbab besar dan lebar yang biasa diidentikan dengan stigma tertentu, tertepiskan hari ini," ujarnya. Palet warna pastel yang soft ataupun gelap, seluruhnya disukai para hijabers. Inovasi dari mulai kombinasi batu Swarovski, Tassel, Ruffle, hingga payet bordir mempercantik balutan sekaligus menginjeksi sentuhan modis pada muslimah.
Pemilik Rere Wardrobe sekaligus Ketua Hijabers Tasikmalaya, Karinta Utami juga mengungkapkan hal senada. Dia mengamini jika model syar'i sudah semakin membumi. "Karena kampanye movement syiar tentang jilbab dari kalangan anak muda ini sudah semakin keliatan, arus informasi digital juga luas membuat wanita mulai paham kewajiban jilbab syar'i ini," kata dia. Model sederhana dengan bentuk struktural, motif polos menurutnya memang paling diminati di tengah-tengah desain fesyen hijab yang terus berkembang. "Tapi intinya, desainer atau produsen itu selalu berinovasi bagaimana menciptakan kenyamanan dan percaya diri muslimah dalam berbusana syar'i. Tidak monton dan tetap anggun," katanya.
Desainer asal Tasikmalaya, Nani Octaviani mengingatkan apabila segala macam tren fesyen hari ini tidak terlepas dari waktu kebelakang ataupun sebelumnya memang sudah ada. “Namanya tren fesyen ya akan terus berputar, kita bisa pilih ataupun ikuti style yang memang cocok dengan kita. Jangan pernah memaksakan tren tertentu jika ternyata bertolak belakang dengan kenyamanan maupun karakter kita,” saran pemilik NO D'sign yang dijumpai belum lama di kediamannya, Jalan Padasuka Tasikmalaya.
Wanita mungil tersebut juga memaparkan, mengapa gaya minimalis yang cenderung sederhana dan warna pastel tetap menjadi tema favorit yang diusung para desainer sekarang ini. Sebab, dengan gaya tersebut bisa memberikan keleluasaan bagi wanita untuk lebih mengeksplor dalam hal fesyen. Misalnya saja, dari jilbab, aksesoris, bahkan luaran lainnya. Warna pastel kian digemari karena kesan feminim dan mudah untuk dipadankan dengan warna lainnya, karena cenderung satu warna.
“Kalau sudah terpaku pada gaya yang tematik, kita kecenderungan kaku untuk mix and match-nya. Sedangkan, di gaya minimalis yang simple, kita bisa bermain padu padannya di motif atau warna, akan lebih menarik dan terlihat klasik,” tutur wanita yang baru-baru ini menggelar fashion show bertemakan Bloom in Shade of Grey di Makasar ini. Warna monokrom seperti merah, abu, hitam sengaja dipilih Nani untuk menampilkan gaya simple elegan-nya. Sempat mengadakan fashion show di Amerika, tahun lalu, menurutnya fesyen hijabers Indonesia memang menjadi kiblat negara lainnya. Salah satu alasannya, lantaran sentuhan yang khas dengan paduan kearifan lokal, misal batik, bordir, etnik. "Di sana begitu antusias dengan karya kita, karena gaya muslimah di sana masih belum terlalu hidup seperti di Indonesia. Mereka seakan haus busana muslim yang stylish," kata dia. Lantaran tengah musim dingin, saat itu, gaya turban yang sesuai dengan kondisi apapun dibalut dengan potongan minimalis dalam blus ataupun long vest dan overcoat menjadi favorit muslimah Amerika. Bersama desainer ternama di tanah air, Indriya R. Dani. Aam Laurisha, Tuty Adib, Jeny Tjahyawati, kali itu Nani memamerkan karya dis Hijabi Fashion Show di Los Angeles California USA dan Expressions of Style Modest Fashion show di Washington.
Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri jika bagi sebagian kalangan, hijab pun bergeser menjadi alat prestis pihaknya menunjukkan status sosial. Produsen hijab ternama bahkan berani mematok untuk sehelai kain tersebut di angka 2,5 juta rupiah. Berjilbab tidak lagi mengukung, berbagai produk fesyen mengikuti alur tren potensial ini. Perusahaan produk olahraga berkelas internasional yang terkemuka bahkan telah menyiapkan hijab sporty. Langkah-langkah taktis ini sebagai bentuk dorongan, wanita diberikan kesempatan untuk tidak menunda niatannya, sekaligus wujud pengakuan terhadap pemilik mahkota tersebut.
Wow Ternyata Trends Fesyen Hijabers Tanah Air Jadi Kiblat Negara Lain
4/
5